Jenderal Pol. (Purn.) Drs. Agus Andrianto, S.H., M.H saat masih menjabat Wakapolri pernah mengingatkan, selama Polisi tidak terlibat dalam berbagai persoalan, masih bisa clear. Tapi, kalau kita (Polisi) sudah terlibat dalam persoalan, baik secara emosional maupun intelektual, maka hal itu pasti akan memunculkan persoalan baru.
Apa yang diingatkan Pak Agus, yang kini diberi amanah sebagai Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan RI itu, benar adanya. Bahwa, institusi Kepolisian, dalam beberapa tahun belakangan ini, memang kerap menjadi sorotan bernada minor dari berbagai kalangan.
Akibatnya, di tengah fakta masih sangat banyak anggota kepolisian melakukan tindakan-tindakan terpuji, tetap saja akan melahirkan prejudice, prasangka kurang baik dari beberapa pihak.
Tidak berlebihan jika dikatakan, saat ini pihak kepolisian berada pada situasi yang dilematis. Sebab, saat Polisi sudah berada di posisi yang benar dengan melakukan berbagai kegiatan bermanfaat di tengah masyarakat, tetap saja dianggap salah.
Ada yang menuding, hal itu hanya sebatas pencitraan belaka. Padahal, membangun pencitraan (image building) oleh sebuah lembaga atau organisasi, merupakan hal yang sah-sah saja dan sesuatu yang bersifat conditio sine qua non.
Dalam konteks ini, kita hanya ingin menekankan, bahwa tidak ada organisasi yang nihil kesalahan. Kesalahan yang dilakukan anggota atau oknum juga terjadi di partai politik, DPR, swasta, lembaga pemerintah dan sejenisnya.
Pertanyaannya, mengapa ketika anggota Kepolisian melakukan kesalahan, langsung menjadi viral, sekaligus menjadi bahan pembahasan di media arus utama dan juga media sosial ?
Agaknya, hal itu tiada lain, karena Polisi memang dalam tugas kesehariannya langsung bersentuhan dengan masyarakat. Karena itu wajar, jika mereka terlibat dalam perbuatan yang bertentangan dengan kaidah hukum dan norma agama, langsung menjadi sorotan publik.
Kendati demikian, tindakan represif dilakukan pihak Kepolisian juga banyak menuai apresiasi, walau tetap ada juga ada yang mengkritisi. Namun yang pasti, kalau Polisi melakukan tindakan kemanusiaan, 99% akan memberikan apresiasi.
Apresiasi terhadap kinerja institusi kepolisian yang positif itu, khususnya di Kota Medan misalnya datang dari ustaz kondang di daerah ini, yang juga Wakil Ketua PW Muhammadiyah Sumut, Dr Hasrat Efendi Siregar, anggota DPRD Medan, dr Dimas Sofani Lubis dan lainnya.
Dalam hal ini ini, kita berharap kiranya setiap anggota Kepolisian mampu memerankan diri sebagai agen-agen kemanusiaan dan duta polisi yang memberi manfaat dan rasa aman di tengah masyarakat.
Komitmen kemanusiaan inilah sesungguhnya jiwa polisi dan ruh polisi, bukan sekadar pangkat atribut dan lain sebagainya. Hati Polisi hendaknya dipersembahkan untuk melayani masyarakat dengan tulus.
Kita meyakini sepenuhnya, masih sangat banyak perwira dan bintara Polri yang berhati mulia. Tidak masalah, jika suatu ketika Polisi tetap dianggap salah, walau sudah melakukan hal yang benar.
Kita optimis, bersama Polri, masih ada harapan yang cerah untuk bersama-sama rakyat, bersinergi dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.